Bagaimana Dampak CO2 dalam Air dan Cara Menurunkannya?
CO2 dalam air akan mempengaruhi pengolahan air murni, khususnya ketika menggunakan elektrodeionisasi. Cara ini juga bisa menyebutnya dengan degasifier water treatment. Cara yang populer saat ini adalah dengan menggunakan membrane contactor.
Pada sistem RODI (Rerverse Osmosis dan EDI) akan memproduksi kualitas air yang murni, misalnya conductivity lebih kecil dari 1 micro siemens. Atau untuk kebutuhan lainnya bahkan lebih spesifik yaitu resistivity lebih besar dari 10 megaohms. Konsentrasi CO2 dalam air yang tinggi, maka akan kesulitan mendapatkan kualitas tinggi.
Umumnya air RO sebagai feed EDI, masih mengandung CO2 dalam air yang tinggi. Untuk itu perlu menurunkannya sampai jumlah yang optimum.
Apakah Yang Dimaksud CO2 Dalam Air?
CO2 dalam air adalah gas, dimana ketika di dalam air bereaksi membentuk asam karbonat lemah (H2CO3). Air ultrapure yang mengandung banyak CO2, maka konsentrasinya akan menjadi sekitar 1600 ppm. Serta akan menjadi sangat asam sekitar 4 – 6.
Konsentrasi karbon dioksida dalam air biasanya secara tidak langsung ditentukan oleh perbandingan grafis dengan konsentrasi bikarbonat dan pH. Pada sistem water treatment, terkadang juga memperhatikan unsur pH. Hal ini tentunya menjaga kestabilan kimia tertentu pada pH yang optimum.
Karbon dioksida dan ion bikarbonat berada dalam keseimbangan antara kisaran pH 4,4 dan 8,2. Alkalinitas adalah semua karbon dioksida pada pH 4,4 dan semuanya bikarbonat pada pH 8,4. Program desain RO filter menghitung tingkat CO2 berdasarkan tingkat bikarbonat dan pH air.
Terjadinya peningkatan kadar CO2 karena adanya faktor mengolah air baku dengan cara menurunkan TDS. Pengolahan dengan membrane RO, pastinya akan menyebabkan peningkatan gas CO2.
Mengapa Harus Menurunkan CO2 Dalam Air?
Untuk mendapatkan air murni dari sistem elektrodeionisasi maupun mixedbed resin, akan menggunakan air dari reverse osmosis atau demineralisasi. Pada umumnya air baku ini mengandung gas CO2 dalam air yang berlebihan. Dengan adanya gas ini, maka akan mempengaruhi hasil sistem pemurnian air.
Karbon dioksida dalam air yang berlebihan juga akan mempengaruhi pH, kecenderungannya pH akan menjadi lebih rendah. Ketika kadar CO2 dalam air meningkat, jumlah CO2 terlarut juga meningkat dan meningkatkan asam karbonat, sehingga menurunkan pH.
Pengolahan air untuk mencapai kemurnian tinggi, umumnya harus mencapai conductivity < 1 micro siemens. Atau di beberapa kondisi menggunakan satuan resistivity yaitu lebih besar dari 10 megohm. Untuk itu agar memperoleh hasil yang baik, maka CO2 dalam air tidak boleh lebih dari 5 ppm dan optimum lebih kecil 2 ppm.
Pada pengolahan air laut untuk pembangkit listrik PLTU, juga membutuhkan air murni. Pada sistem ini juga akan menggunakan sistem untuk menurunkan CO2.
CO2 Dalam Air Dengan Konsentrasi Rendah Akan Meningkatkan Efisiensi
Pada sistem pemurnian dengan kimia resin, menurunkan CO2 dalam air akan menghemat puluhan bahkan ratusan juta rupiah biaya regenerasi kimia. Ketika karbon dioksida dalam air menurun, maka beban pada sistem pertukaran anion berkurang. Ini akan mengurangi frekuensi regenerasi pertukaran anion.
Dengan mengurangi frekuensi regenerasi, maka bisa menekan biaya pengadaan pembelian NaOH. Grafik di bawah ini menunjukkan sistem diionisasi kapasitas 6 M3/jam. Pada grafik ini menunjukkan penghematan yang melalui biaya NaOH sebagai fungsi alkalinitas.
Berapa konsentrasi CO2 yang ideal untuk sistem high purify water? Jumlah CO2 dalam air untuk bisa digunakan pada sistem elektrodeionisasi maksimum 5 ppm (mg/l). Dan level idealnya adalah < 2 ppm.
CO2 Dalam Air Berlebihan Mempunyai Efek Kesehatan Pada Air Minum
Sistem pengolahan air dengan teknologi membrane khususnya dengan sistem reverse osmosis dan nanfofiltrasi, akan menghasilkan TDS air minum yang sangat rendah. Untuk menaikan rasa dan pH sering menambahkan material yang terbuat dari kalsium carbonat.
Adanya CO2 dalam air yang berlebihan dapat memiliki beberapa efek nyata. Salah satu dampak yang paling umum adalah peningkatan keasaman atau pH rendah. Dengan pH rendah maka sering kali menyebabkan bau yang tajam. Efek lainnya dikenal dengan istilah off-gassing, yaitu efek seperti bersoda atau berkarbonasi ketika minum air.
Sesungguhnya CO2 dalam air mungkin tidak menimbulkan risiko kesehatan langsung, itu dapat memiliki efek tidak langsung. Terkadang efek rasa dan keasaman air menyebabkan enggan minum dengan jumlah cukup.
Pada sistem air minum yang menggunakan klorin, tidak adanya keseimbangan pH lebih sulit untuk mencapai sanitasi air yang layak. Hal ini juga dapat mempengaruhi rasa minuman yang dibuat dengan air, seperti kopi atau teh.
Bagaimana Cara Menghilangkan CO2 Dalam Air?
Cara Menghilangkan CO2 dalam air dengan ekonomis adalah dengan memanfaatkan proses yang disebut Dekarbonasi atau Degasifier water treatment. Memanfaatkan proses dekarbonasi akan menghilangkan kadar CO2 hingga 99% atau lebih tinggi.
Jika menghilangkan karbon dioksida dalam air dengan menggunakan membrane contactor, maka cara yang efektif, CO2 harus menjadi gas CO2 Terlarut. Untu itu pH harus di bawah sekitar 6,5.
Cara lainnya jika menggunakan RO double pass, maka CO2 harus menjadi karbonat (CO3-2) atau bikarbonat (HCO3-). Untuk itu pH harus lebih 7.5 pada second pass RO. Atau lebih idealnya pH berkisar antara 8,4-8,7. Untuk mengondisikan pH ini bisa juga menambahkan caustic.
Cara paling praktis saat ini untuk menurunkan CO2 dalam air adalah dengan menggunakan membrane contactor. Membrane ini akan memisahkan air dengan CO2, sehingga CO2 yang dipisahkan akan terbuang melalui saluran drain.
Sistem filtrasi seperti filter multimedia atau filter karbon aktif juga tidak mampu untuk menanggulangi masalah ini.
1. Issue Menurunkan CO2 Dalam Air Dengan Bahan Kimia
Pada umumnya Industri farmasi yang membutuhkan air untuk produksinya akan membutuhkan sumber air murni dengan tingkat mineral rendah yaitu konduktivitas < 1,3 μS/cm. Dengan mengendalikan atau menghilangkan CO2 dalam air tentunya akan memungkinkan mendapatkan kualitas seperti target ini.
Menggunakan injeksi dosis kimia ke dalam aliran air juga akan membantu menurunkan CO2 dalam air. Saat ini banyak industri menghindari untuk tidak menggunakan bahan kimia. Hal ini tentu karena dampak negatifnya terhadap lingkungan dan implikasi keselamatan.
Oleh sebab itu sesunngguhnya masifnya menggunakan EDI, CEDI dan CDI telah mengganti sebagian besar ion exchagen resin di infustri farmasi. Namun teknologi ini sangat rentan qualitasnya jika kelebihan CO2 dalam air.
Untuk mengantisipasi kasus CO2 dalam air, maka sekarang sudah berkembang menggunakan membrane contactor untuk mengontrol gas dalam air. Ini adalah solusi yang baik dimana, kualitas air semakin baik dengan tidak menggunakan bahan kimia.
2. Menurunkan CO2 Dalam Air Dengan Membrane Contactor
Fungsi Membrane contactor untuk menurunkan CO2 dalam air adalah untuk menghilangkan gas dari atau menambahkan gas ke dalam cairan. Membrane contactor akan mentransfer gas terlarut seperti CO2 atau O2 ke atau dari aliran cair jauh lebih sederhana dan lebih hemat biaya daripada metode konvensional.
Salah satu brand membrane contactor yang biasanya untuk sistem elektrodeionisasi adalah Membran Liqui-Cel. Dalam teknologi pengolahan air murni, sudah banyak yang menggunakannya lebih dari 15 tahun. Beberapa aplikasi antara lain: Semikonduktor, Power, Makanan &Minuman, Farmasi, Kimia, dan Industri lainnya.
Sebagai contoh, diketahui bahwa O2 berdampak negatif pada banyak proses; itu korosif dan dapat mengoksidasi bahan. Selain itu, CO2 dalam air berdampak negatif pada kinerja EDI dan Ion Exchange. Membrane contactor dari Liqui-Cel menawarkan solusi modular untuk menghilangkan karbon diokida dalam air tanpa bahan kimia.
Selain untuk menghilangkan karbon dioksida dalam air, membrane contactor juga bisa menghilangkan masalah H2S, N2 dan NH3.
Bagaimana Konsentrasi CO2 Dalam Air Setelah Menggunakan Membrane Contactor?
Di bawah ini adalah perbandingan hasil dari menggunakan sistem membrane contactor dalam menurunkan CO2 dalam air.
Inlet CO2 gas concentration | Outlet Dissolved CO2 concentration (ppm) | |||
CO2 | ppm | 1 M3/Hr | 2 M3'Hr | 4 M3/Hr |
30 | 1,5 | 4,3 | 9,5 | |
50 | 2 | 7 | 15,7 | |
100 | 3,6 | 13,4 | 31 |
Apa Keuntungan Menggunakan Membrane Contactor?
Keuntungan menggunakan membrane contactor dari pada tower degasifier dalam menurunkan karbon dioksida dalam air adalah desain sistem yang sederhana dan berbiaya rendah. Pada sistem konvensional dengan tower, air harus di pompa keluar. Setelah di keluarkan dari ketinggian tower.
Pada sistem degasifier water treatment pastinya akan membutuhkan tempat yang lebih besar. Serta konstruksi yang harus kuat.
Pengolahan air murni dengan kapasitas yang kecil (misalnya RODI 300 Liter/Jam), maka hanya membrane contactor yang tepat. Menggunakan tower degasifier tidak memungkinkan, karena dalam skala yang besar.
Pada aplikasi lainnya yang membutuhkan air sangat besar (misalnya > 50 M³/Jam), maka menggunakan tower degasifier adalah cara yang tepat.
Keuntungan lainnya menggunakan membrane contactor adalah kualitas hasil yang terjamin saat menggunakan sistem elektrodeionisasi. Resistivitas air bisa mencapai 1 – 2 mega-ohm/cm, bahkan bisa mencapai 10 megaohms.
Bagaimana Gambar Skema Komponen Untuk Menurunkan CO2 Dalam Air?
Gambar skema atau gambar process flow diagram dari sistem menurunkan CO2 dalam air, sangat penting untuk mendapatkan desain yang baik. Dalam desain ini terdapat beberapa komponen seperti: membrane contactor, vacuum compressor, safety valve, filter udara, instrument, dll.
Cara Mengukur CO2 Dalam Air
Cara mengukur CO2 dalam air tentunya bisa menggunakan laboratorium analisa air, seperti Sucofindo dan yang lainnya. Namun bisa juga menggunakannya sendiri, dengan alat portabel. Satuan pengukuran CO2 dalam air adalah Mg/Liter atau PPM. Salah satunya merk yang cocok untuk mengukur adalah merk Hach.
Adapun langkah – langkah cara mengukur CO2 dalam air sebagai berikut:
- Masukan 23 ml liter air sampel
- Tambahkan satu tetes larutan indikator Phenolphthalein ke sampel
- Tambahkan Sodium Hydroxide Solution dengan tetes demi tetes. Setiap penambahan tetes putar larutan sampel. Terus tambahkan sampai ada perubahan warna pink. Warna tidak berubah selama 30 detik.
- Setiap tetes Sodium Hydroxide setara dengan 1.25 mg/liter CO2 dalam air
Kesimpulan
- Sistem RO–EDI/CDI semakin populer di industri pengolahan air. Oleh sebab itu, membutuhkan teknik tambahan di samping teknik sistem elektrodeionisasi.
- Tingkat konduktivitas hasil dari RODI sangat tergantung dengan konsentrasi CO2 dalam air.
- Semakin tinggi konsentrasinya, maka hasil elektrodeionisasi akan semakin tinggi conductivity.
Salah satu cara menurunkan karbon dioksida dalam air adalah dengan menggunakan teknologi membrane contactor. - Pada pemasangan teknologi pemurnian air kapasitas kecil (< 1 M3/Jam) tidak bisa menggunakan sistem tower degasifier. Namun sistem membrane contactor bisa untuk kapasitas yang besar.
- Hubungi tim mapurna yang sudah berpengalaman memasang sistem ini.