Pengolahan Air Laut Menjadi Air Tawar dan Air Minum
Pengolahan Air Laut menjadi air tawar menggunakan system SWRO, dengan kapasitas 6 M³/Jam. Setelah menjadi air tawar, bisa juga meneruskan treatment menjadi pengolahan air laut menjadi air minum.
Pelaksanaan sistem ini tahun 2015 di Site Pengolahan Minyak Pertamina Pulau Sambu. Sebelum adanya sistem ini, pengadaan suplai air dari luar pulau. Dengan adanya pengolahan air laut, maka di Site ini sudah menyiapkan sistem water treatment mandiri. Sehingga bisa mengurangi atau menghilangkan pengadaan air bersih.
Pemilik pekerjaan ini adalah PT. Pertamina dengan kontraktor utama PT. Wijaya Karya. Sedangkan Mapurna sebagai Sub Kontraktor yang menyiapkan sistem dan instalasi pengolahan air laut.
Bagaimana Proses Pengolahan Air Laut Menjadi Air Tawar?
Langkah pertama proses pengolahan air laut menjadi air tawar adalah mengambil sumber air baku atau “Intake System”. Ada tiga metode intake system, yaitu a) deep sea water b) open sea water dan c) beach deep well.
Langkah pertama proses pengolahan air laut adalah mengambil sumber air baku atau “Intake System”. Ada tiga metode intake system, yaitu: a) deep sea water, b) open sea water dan c) beach deep well.
Isitlah lain pengolahan air laut menjadi air tawar biasa menyebutnya juga dengan istilah Desalinasi. Proses desalinasi yang umum adalah menggunakan dua cara, yaitu dengan Penguapan (multi stage flush) atau metode reverse osmosis membrane.
Pemilihan air baku tentunya harus memenuhi kriteria yang baik, agar standar desain bisa terpenuhi. Adapun beberapa tahapan dari proses pengolahan air laut menjadi air tawar adalah sebagai berikut:
- Intake System Pengolahan Air Laut
- Automatic Horizontal Screener Filter
- Injeksi Chlorine Untuk Sterilisasi
- Pretreatment dan Prefilter
- Kimia Antiscalant
- Membrane System Reverse Osmosis Air Laut
Selain komponen di atas, system pengolahan air laut harus menambahkan beberapa system lainnya, yaitu:
- Electronic Panel Control
- Cleaning In Place (CIP)
Tahap 1. Intake System Pengolahan Air Laut
Penentuan titik intake, serta cara pemeliharaannya adalah hal penting menjaga keberhasilan system pengolahan air laut. Untuk kapasitas yang besar, misalnya lebih dari 50 M3/Jam, proses kontinuitas ketersediaan air yang baik sangat dominan. Jangan sampai sistem intakenya kurang baik, sehingga mengganggu produksi.
Ada berbagai macam metode pengambilan air laut, seperti Sumur Pantai, Air Bawah Permukaan dan Air Laut Terbuka. Sumur pantai lebih popular, karena paling mudah dan tidak memerlukan banyak ijin.
Metode idengan open surface ini akan mengambil air secara bebas di laut lepas, biasanya menjorok 300 – 500 dari pantai. Metode ini lebih rumit, karena harus berhubungan dengan banyak pihak serta metode pekerjaan yang lebih sulit.
Metode JETI
Pada pemasangan pengolahan air laut system di Pulau Sambu ini, menggunakan JETI sebagai intake system. JETI existing sudah memadai letak dan bangunannya, serta kondisi air baku yang relatif bersih dari kotoran dan pencemaran minyak.
Metode pengambilannya cukup sederhana, yaitu dengan menanamkan pipa ke laut dan memberikan proteksi screen dengan ukuran besar. Tujuannya adalah untuk mencegah akumulasi kotoran di sekitar intake system.
Pada pipa dan foot valve intake, mikro organisme sering menjadi penghalang karena menutupi komponen. Ada baiknya juga menambahkan dosing klorinasi pada intake system. Tentu tujuannya adalah agar menghindari pertumbuhan mikro organisme yang terakumulasi di bawah permukaan laut.
Mengingat instalasi ini membutuhkan kapasitas air baku tidak terlalu besar hanya sekitar 20 – 25 M³/Jam, maka pengolahannya tidak terlalu komplek. Namun proteksi terhadap pemipaan intake sama baiknya dengan kapasitas besar.
Tahap 2. Automatic Filter Screener
Pemasangan Automatic Screener intake pengolahan air laut bertujuan untuk mencegah kotoran besar > 200 micron. Ketika sumber air baku dari laut terbuka, maka kemungkinan kotoran² di sekitar intake akan terbawa ke dalam flow.
Dengan pemasangan automatic filter screener, air yang masuk ke dalam pengolahan air laut bisa berkurang. Akibatnya air baku yang ada di tangki air baku, akan lebih bersih dari kotoran. Dengan air baku yang bersih, maka mencegah filter multimedia dan filter cartridge lebih sering kotor.
Cara kerja automatic screener ini adalah dengan menggunakan perbedaan tekanan. Akibat dari fungsi screener yang membatasi kotoran yang lewat, maka lambat laun akan mampat dan terjadi peningkatan tekanan. Apabila tekanannya sudah pada ambang batas tinggi, maka screener akan secara automatic membuka valve ke saluran drain.
Sistem air baku yang baik akan menghindari “downtime” system yang mahal, biaya pemeliharaan yang mahal, tidak dapat berproduksi maksimal.
Tahap 3. Injeksi Kimia Chlorine Pada Intake Pengolahan Air Laut
System disinfeksi pada pengolahan air laut bertujuan untuk membunuh mikro organisme yang ada dalam aliran air baku. Karena mengambil air baku secara terbuka, maka kemungkinan air tersebut mengandung lebih banyak mikro organisme.
Untuk itu membutuhkan cara sterilisasi dengan bahan kimia chlorine yang bisa mengatasi pertumbuhan mikro organisme. Adanya mikro organisme yang tinggi di permukaan membrane, maka akan membuat membrane cepat fouling (mampat). Serta akan mempengaruhi jumlah koloni yang akan melalui membrane.
Injeksi kimia ini menggunakan “hypochlorite NaOCl berbentuk cairan. Untuk menggunakannya harus mengencerkannya agar sesuai dengan konsentrasi injeksi sebesar 2 ppm. Injeksi kimia dengan dosing pump ini memasangnya pada pipa utama.
Membrane reverse osmosis untuk pengolahan air laut ini adalah bukan material yang tahan terhadap chlorine. Untuk itu setelah injeksi chlorine, harus ada proses menghilangkan konsentrasi chlorine. System ini sama halnya dengan injeksi chlorine yaitu memasang dosing pump pada pipa utama.
System Deklorinasi
Deklorinasi menggunakan bahan kimia yaitu Sodium Metabisulfite yang bentuknya cairan. Umumnya konsentrasi larutan sodium metabisulfit lebih besar dari klorinasi beberapa catatan perbandingannya 1 : 2 sudah cukup baik.
System deklorinasi harus terjamin fungsinya, karena akan mengakibatkan kerusakan membrane jika tidak berfungsi. Agar memastikan fungsi deklorinasi, maka bisa menambahkan alat ORP sensor, untuk mengukur sisa dari chlorine. Sensor ini akan mendeteksi tingkat oksidasi yang lebih tinggi. Ketika oksidasi tinggi, maka kemungkinan proses deklorinasi tidak berfungsi dengan baik.
Belakangan ini ada opsi mengganti Chlorine dan Deklorinasi pada system pengolahan air laut yaitu dengan menggunakan ULTRAFILTRASI. Fungsi ultrafiltrasi (UF) system bertujuan untuk menurunkan turbiditas (kekeruhan) dan mikro biologi. Dengan menggunakan UF system akan menghilangkan komponen dosing chlorinasi dan deklorinasi juga multimedia filter.
Tahap 4. Pretreatment dan Prefilter Pada Pengolahan Air Laut
Pada pengolah air laut menjadi air minum ini, hanya menggunakan pretreatment jenis Multi Media Filter saja. Pemikiran ini mempunyai asumsi bahwa hanya faktor partikel, sedimen dan kekeruhan saja yang akan mempengaruhi kinerja membrane RO.
Sistem pretreatment pengolahan air laut menggunakan 3 buah tangki FRP multimedia, dengan kapasitas desain 20 M³/Jam. Dalam operasionalnya sistem bekerja hanya 2 filter, dan 1 filter dalam kondisi standby.
Operasional multimedia filter mempunyai setting otomatis dengan menggunakan beberapa valve. Jenis valve-nya adalah diaphragm valve, yang operasional menggunakan angin. Valve tersebut terkoneksi dengan system control melalui PLC program. System juga mempunyai HMI Panel dengan mimic diagram.
Sedangkan Pre-Filternya menggunakan material wound polypropylene dengan micron rating 5 micron. Secara umum prefilter harus menggantinya secara berkala ± 1 – 2 bulan. Dalam pemeliharaan sangat penting memperhatikan perubahan tekanan pada prefilter, apalagi kalau secara visual air baku sangat kotor. Air baku yang kotor, menyebabkan frekuensi penggantian akan semakin cepat.
Tahap 5. Kimia Antiscalant Pengolahan Air Laut
Bahan kimia antiscalant untuk pengolahan air laut berfungsi untuk mencegah “scale” (kerak) & fouling pada membran RO. Jenis fouling bisa dari mineral seperti kalsium sulfat, kalsium karbonat, barium sulfat, silika, kalsium fluoride, dan strontium sulfat. Selain untuk air laut, antiscalant juga digunakan pada pengolahan air payau.
Konsentrasi yang tepat menggunakan kimia antiscalant, akan menjadi cara efektif mencegah endapan sulfat, kalsium karbonat, dan fouling mineral lainnya. Hal terpenting adalah apabila dosis berlebihan, mengingat biaya pembelian kimia antiscalant cukup besar.
Dalam pengolahan air laut menjadi air minum, menggunakan kimia antiscalant adalah keharusan. Apabila tidak menggunakan, akan menyebabkan membrane cepat fouling. Menggunakan kimia antiscalant pastinya akan lebih lama membrane mampat, efeknya waktu cleaning akan lebih lama.
Pada sistem ini, menggunakan kimia antiscalant khusus untuk air laut. Ada perbedaan penggunaan kimia antiscalan yang “general” (umum) dan khusus air laut, yaitu dari sisi biaya. Antiscalant umum (general) biasanya lebih mahal, untuk itu mapurna menganjurkan gunakan produk Dequest Antiscalant SPE 0114.
Tahap 6. Membrane System Reverse Osmosis Air Laut
Sistem pengolahan air laut menjadi air tawar ini menggunakan unit reverse osmosis air laut. Komponen utamanya terdiri dari dua yaitu membrane RO air laut dan pompa tekanan tinggi. Tentunya ada beberapa komponen tambahan, yang fungsinya juga cukup mutlak.
Sistem ini menggunakan membrane air laut, dengan design TDS air baku 25.000 ppm. Dengan TDS 25.000 ppm, akan menghasilkan air hasil dengan TDS berkisar 300 ppm. System ini menggunakan membrane dari merk hydranautics dengan jumlah 12 pc.
Unit reverse osmosis air laut atau menggunakan vessel material FRP dengan tekanan 1000 psi (69 bar). System design menggunakan konfigurasi array vessel adalah 2 X 1, dengan setiap vessel membrane terdapat 5 element 8 inch.
Pompa tekanan tinggi system reverse osmosis ini menggunakan type multistage dari brand Fedco. Material pompa menggunakan material stainless steel duplex. Mengingat efisiensi biaya dan power listrik yang cukup, maka pompa tidak menggunakan energy recovery device
Tahap 7. Perlengkapan Tambahan Pengolahan Air Laut
Selain perlengkapan utama yang menjadi komponen mutlak, sistem pengolahan air laut ini juga memiliki beberapa perlengkapan tambahan yaitu:
Electronic Panel Control
Keseluruhan sistem pengolahan air laut mempunyai beberapa panel, yaitu Panel Induk, Panel Control dan 4 unit Panel komponen. Panel Control utama menggunakan PLC (program logic control) yang akan mengatur semua komponen. Sistem pengolahan air laut skala menengah dan besar, banyak system di lengkapi PLC.
Panel electronic control mempunyai kelengkapan panel HMI (human machine interface), dengan visual gambar mimic diagram, instrumentasi data. Pada panel HMI juga mempunyai data flow meter permeate, flow meter rejection, ORP, TDS, dll.
Display panel mempunyai kemampuan “touch screen” (layar sentuh), sehingga pengaturan parameter bisa lebih mudah tanpa membutuhkan device lain. Data pada HMI juga lebih mudah di copy, sehingga bisa menjadi lebih mudah untuk perbaikan maupun pemeliharaan.
Cleaning In Place (CIP)
Sistem pengolahan air laut menjadi air tawar yang kapasitasnya lebih 5 M³/Jam, umumnya mempunyai fasilitas Cleaning In Place (CIP). Saat membutuhkannya cukup dengan mengatur aliran flow pada beberapa valve, sehingga proses membersihkan membrane bisa berjalan.
Fasilitas CIP dari mapurna, umumnya sudah mempunyai stok awal material cleaning untuk 1 – 2 kali cleaning. Sistem CIP ini menggunakan kimia cleaning yaitu Kimia Floclean MC – 3 untuk Cleaning Asam, dan MC – 11 untuk Basa.
Kapan Menggunakan Cleaning in Place?
Seiring waktu operasional pengolahan air laut menjadi air tawar, maka membrane pasti akan mampat. Ketika saat ini terjadi, maka pasti membutuhkan fasilitas CIP.
Cleaning in place ini berfungsi hanya saat terjadi membrane mulai mampat. Ketentuan membrane mampat adalah jika terjadi penurunan kapasitas 20% atau maksimal 25%. Jangan biarkan membrane mampat terlalu lama atau sudah melebihi dari 25%, karena akan menyebabkan susah melakukan cleaning yang sempurna.
Berapa Kebutuhan Power Listrik Pengolahan Air Laut?
Kebutuhan listrik terhadap teknologi pengolahan air laut, tentu sangat bervariasi. Hal ini tergantung dari kapasitas dan fasilitas yang menunjang sistem tersebut. Pengolahan air laut menjadi air tawar ini adalah teknologi yang “rakus” terhadap power listrik. Untuk itu perlu mempertimbangkan komponen yang efisien, sehingga Opex terpenuhi.
Estimasi kebutuhan power listrik untuk teknologi pengolahan air laut, seperti di bawah ini:
- Feed Pump: 5.5kW
- High Pressure Pump: 40 kW
- Distribusi Pump: 5.5 kW
- Spare 20%: 9 kW
Dari uraian di atas, asumsi kebutuhan power pengolahan air laut menjadi air tawar adalah 60 kW voltage 380V/50Hz.
Berapa Biaya Produksi Per Meter Kubik?
Dengan power 60 kW dan kapasitas produksi 6 M³/Jam, maka perhitungan biaya produksi dari pemakaian listrik saja adalah:
(60kW X Rp. 1500 X 24jam) / (6 M³/Jam X 24) = Rp. 15.000 / M³.
Bagaimana Pengolahan Air Laut Menjadi Air Minum?
Setelah menjadi air tawar, maka pengolahan air laut menjadi air minum lebih mudah. Hanya memerlukan penambahan dan “adjustment” sedikit dengan bahan kimia atau post filter tertentu. Adapun beberapa langkahnya sebagai berikut:
- Menjaga partikel halus yang tidak kelihatan dengan menambahkan post filter.
- Menambahkan Ultraviolet untuk menjamin tidak ada pertumbuhan bakteri.
- Menambahkan pH adjustment dengan calcium karbonat atau sejenisnya, sehingga pH air bisa di jaga untuk memenuhi standar DepKes.
Sistem SWRO ini selain untuk pengolahan air laut, bisa juga menggunakannya untuk pengolahan air limbah. Beberapa pengolahan air limbah umumnya mempunyai TDS tinggi, dimana karakteristiknya serupa dengan TDS tinggi pada air laut.
Calcium Carbonat
Umumnya air hasil dari pengolahan air laut dengan reverse osmosis mempunyai pH yang rendah, berkisar 5.5 – 6.5. Untuk itu memerlukan sistem tambahan untuk menaikkan pH tersebut. Ada dua cara yang umum, yaitu dengan menggunakan kimia dosing caustic soda dan menambahkan media Calcium Karbonat.
Air hasil pengolahan air laut menjadi air minum dengan kapasitas lebih dari 2 M³/jam, sebaiknya menggunakan dosing kimia saja. Menggunakan dosing lebih efisien secara ekonomis, juga lebih mudah mencari bahan kimia. Jenis bahan kimia adalah caustic soda, baik berupa cairan ataupun granular seperti emping.
Sedangkan kapasitas yang kecil, lebih baik menggunakan calcium karbonat, yang dalam bentuk dagangnya menggunakan merk Calcite atau Corrosek. Media ini sudah mempunyai sertifikat NSF, sehingga aman untuk standar air minum. Cara menggunakan calcite ini adalah menempatkan media calcite di dalam filter tabung.
Dalam jangka waktu tertentu penggunaan media calcite pada pengolahan air laut menjadi air minum, akan habis bersama dengan aliran. Untuk itu perlu secara berkala menambahkan media calcite tersebut.
Post Filter Cartridge
Ketika akan meningkatkan air tawar menjadi air minum, maka aliran air membutuhkan post filter yang berfungsi mencegah adanya partikel. Walaupun air hasil sudah bersih, namun tetap membutuhkan post filter untuk mencegah adanya partikel atau komponen di dalam air.
Jenis post filter yang akan terpasang pada pengolahan air laut menjadi air minum adalah jenis pleated cartridge. Besarnya micron rating biasanya 0.2 atau 0.45 micron. Selain mencegah adanya partikel yang masuk di dalam air, fungsi lainnya adalah mencegah adanya bakteri yang lolos.
Ultra Violet
Salah satu syarat agar pengolahan air laut menjadi air minum adalah bebas mikro biologi, bakteri dan virus. Untuk itu salah satu caranya adalah memasang unit ultra violet. Ultra violet adalah metode sterilisasi air serbaguna untuk disinfeksi air dari mikro biologi.
Pemasangan ultra violet ini pada umumnya setelah tangki distribusi dan setelah post filter.
Ozone Generators
Ozone generator berfungsi untuk membunuh bakteri dan virus. Namun mempunyai fungsinya lainnya yaitu adanya residu ozone. Dengan adanya residu ozone ini, maka pengolahan air laut menjadi air minum bebas dari pertumbuhan bakteri dan virus.